Google.com

Another Templates

SELAMAT PAGI INDONESIAKU

Rasakan hari-hari kedepanmu bersama keagungan Tanah Air Tercinta. Jadikanlah ia tujuan hidupmu, membangun bangsa dengan penuh percaya diri, pantang ragu, dan pantang menyerah.

MENINGGALKAN BAYANGAN UNTUK MELANGKAH KEDEPAN

Membereskan mimpi yang belum berakhir. Satujuta kesempatan untuk Membanggakan Bangsa, serta duajuta tekad untuk membangun Negeri, Mewujudkannya cukup dengan Sebuah Cita-Cita Mulia.

BERBEDA WARNA

Memberikan warna yang menggairahkan kehidupan bermasyarakat, mengisi ruang kosong yang sudah lama ditinggalkan, merasakan nikmatnya satu derita satu bahagia. Di tempat Jiwa Raga Kami.

BERHENTI SEJENAK

Memandang Karya-Nya untuk Tanah Air. Memahami potensi karunia-Nya yang tidak terbatas. Berbagai karya tak terlukis tercipta. Sungguhlah Mahakarya yang tiada Bandingannya

Jumat, 29 Januari 2010

Kisi-Kisi UAS Bahasa Indonesia Tekkim 1A


      Ini mungkin artikelnya, Tapi ga tau juga ketang, cuma cirin-cirinya miriiiiip teh, kalo ternyata bukan jangan salahkan aku, COPAS aja, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih kepada www.pikiran-rakyat.com dan kepada Iwan Dermawan Hanafi, semoga tulisannya terus hidup.


Memacu Infrastruktur
Oleh Iwan Dermawan Hanafi

       Kontribusi pembangunan infrastruktur sarana publik terhadap peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang telah terbukti secara empiris. Pembangunan infrastruktur memiliki efek pengganda (multiplier effect) dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan, memperkecil high cost economy. Biaya ekonomi yang dapat ditekan serendah mungkin akan menstimulus sektor-sektor ekonomi lain bagi pemerintah, pelaku ekonomi, maupun masyarakat secara keseluruhan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga pada akhirnya sektor riil dapat bangkit lebih maksimal lagi.
       Infrastruktur memainkan peran penting, tidak hanya sebagai penunjang kegiatan pembangunan ekonomi, tetapi juga bagian dari penyediaan pelayanan dasar yang diperlukan dalam rangka mencapai standar minimum hidup masyarakat, meningkatkan daya saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan. Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, komunikasi, pengairan, drainase, poduksi, distribusi energi, bangunan gedung, dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial serta sistem ekonomi masyarakat.
       Sayangnya, pembangunan infrastruktur yang diimpikan tidak mudah mewujudkannya seiring terbatasnya sumber daya. Sejak Indonesia dihempas krisis mulai 1997 hingga kini, pembangunan infrastruktur sarana publik praktis berjalan lambat, terutama karena minimnya sumber dana. Studi yang dilakukan Bappenas menunjukkan, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 4-5 persen per tahun (RPJM 2010-2014) dibutuhkan investasi infrastruktur Rp 1,429 triliun. Menyadari keadaan itu, Pemerintah Indonesia berupaya melibatkan swasta untuk membiayai projek-projek infrastruktur.
       Pengadaan tanah merupakan salah satu faktor yang memperlambat pembangunan infrastruktur. Regulasi tanah untuk pembangunan infrastruktur yang berbentuk peraturan presiden dinilai belum mampu merespons keinginan percepatan pembangunan infrastruktur yang dibiayai swasta. Investor memandang lemah regulasi pertanahan untuk infrastruktur yang mengakibatkan pengadaan tanah berlarut-larut. Pemilik tanah juga mengeluhkan ganti rugi yang tidak menyejahterakan. Praktik pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia kerap kali menimbulkan persengketaan yang merugikan semua pihak dan meluas. Misalnya, di awal 2009, pemilik tanah menutup dan mendirikan tenda di jalan tol Cikunir Jakarta yang dioperasikan oleh PT Jasa Marga (Persero), akibatnya terjadi kemacetan panjang yang semestinya merupakan jalan bebas hambatan.
       Keinginan untuk mengubah regulasi pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur semakin dituntut oleh berbagai kalangan, baik nasional maupun asing. Usulan yang mengemuka sangat variatif tetapi terdapat kesamaan, yaitu disepakati harus berbentuk undang-undang karena menyangkut pembatasan hak asasi manusia (pemilik tanah). Desakan perubahan direspons positif oleh Pemerintah Indonesia, salah satu Program 100 Hari Kerja dari Kabinet Indonesia Bersatu II adalah tekad membuat UU Pengadaan Tanah untuk infrastruktur yang ditargetkan selesai di akhir 2010. Pemerintah menyadari bahwa salah satu kunci untuk mempercepat pembangunan infrastruktur adalah dengan mengubah secepatnya hukum positif pengadaan tanah.
       Permasalahan yang terjadi menyangkut pengadaan tanah untuk infrastruktur dapat dikembalikan pada isu sentral, yaitu negara kesejahteraan (welfare state). Paradigma welfare state ini layak diimplementasikan mengingat sengketa tanah untuk infrastruktur berada di pusaran ganti rugi. Pokok persoalan tidak terletak pada "warga ingin mempertahankan tanahnya" melainkan terletak pada implementasi musyawarah berlangsung belum dialogis, pemberian ganti rugi yang dinilai merugikan, belum maksimalnya social engineering sehingga warga belum memahami kemanfaatan suatu projek infrastruktur. Modal positif berupa karakter hidup kebersamaan (komunal) yang dimiliki bangsa Indonesia juga tercermin pada prinsip bahwa tanah berfungsi sosial untuk kepentingan bersama. Prinsip hidup komunal ini akan mampu mengalahkan nilai sensitifnya tanah. Konsekuensi lebih lanjut, pendekatan welfare state dalam pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur menuntut tidak hanya nilai ganti untung (untuk mengubah ganti rugi) yang semestinya menyejahterakan melainkan juga cara perlakuan yang mengayomi dan pelibatan lembaga dunia usaha seperti Kadin dan asosiasi terkait untuk aktif di awal projek guna melakukan interaksi social engineering.
       Ke depan, substansi RUU Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur perlu memasukkan komponen faktor-faktor kebutuhan/kelayakan minimum, seperti jaminan musyawarah yang fair, nilai ganti untung yang menyejahterakan, keterwakilan masyarakat dalam kelembagaan (panitia pengadaan tanah), pemberian insentif kepada pemda selaku panitia, kecepatan dan ketepatan waktu yang sangat dituntut dalam bisnis dengan perbaikan sistem uang konsinyasi yang dititipkan di pengadilan, memuat sanksi pidana bagi pemburu rente ekonomi (spekulan tanah).
       Goresan pena sederhana ini ingin turut menyampaikan pemikiran awam untuk proses legislasi RUU Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur. Harapannya, RUU itu menjadi prioritas dan segera berlaku sehingga kepastian bisnis dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.***
Penulis, Ketua Kadin Indonesia Komite Singapura & Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Barat.
Penulis:

Alhamdulillah

Berbagi dan Publikasikan

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More